Dasbor Komoditas Nasional untuk Transparansi dan Keberlanjutan Data

Featured Image

Tanggapan Beragam terhadap Kebijakan Uni Eropa

Langkah Uni Eropa dalam melarang masuknya produk yang berasal dari aktivitas perusakan hutan mendapat respons beragam. Kebijakan ini mulai diberlakukan pada 30 Desember 2024 dan menimbulkan kritik dari sejumlah negara, termasuk Brasil, Kolombia, Malaysia, dan Indonesia. Negara-negara tersebut menganggap Regulasi Deforestasi Uni Eropa (EUDR) terlalu memberatkan dan berpotensi merugikan petani kecil.

Kekhawatiran ini sangat wajar. Penelitian Ricciardi dan tim dalam Global Food Security pada 2018 menunjukkan bahwa petani kecil, yaitu mereka dengan kepemilikan lahan di bawah dua hektare, menguasai sekitar 25% lahan pertanian dunia dan menyumbang 30% pasokan pangan global. Menghadapi kritik tersebut, Uni Eropa akhirnya memutuskan menunda pelaksanaan EUDR hingga 30 Desember 2025 bagi pelaku usaha besar dan 30 Juni 2026 bagi usaha kecil dan mikro.

Saatnya Dasbor Nasional Jadi Prioritas

Meskipun pelaksanaan EUDR ditunda, Indonesia tetap perlu mempersiapkan Dasbor Komoditas Nasional sebagai bentuk komitmen terhadap standar keberlanjutan global. Keperluan ini semakin mendesak mengingat perjanjian dagang antara Indonesia dan Uni Eropa (IEU-CEPA) mulai menunjukkan kemajuan pada Juli 2025. Jika perjanjian ini diratifikasi, produk Indonesia tidak hanya akan bersaing dalam harga, tetapi juga harus patuh terhadap nilai-nilai keberlanjutan.

Secara ekonomi, Uni Eropa merupakan mitra strategis bagi Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa nilai ekspor Indonesia ke Uni Eropa mencapai US$21,47 miliar pada 2024 atau naik 19,28% dari tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini lebih tinggi dibanding kawasan lain seperti Amerika Utara atau NAFTA (10,64%) dan Timur Tengah (18,99%). Posisi Indonesia sebagai mitra dagang ke-33 bagi Uni Eropa dan terbesar kelima di antara negara ASEAN memperkuat pentingnya pemenuhan standar pasar Eropa.

Langkah Taktis Membangun Dasbor Nasional

Pertama, pemerintah perlu menggeser pendekatan terhadap Dasbor Komoditas Nasional dari sekadar proyek digital administratif menjadi platform kredibilitas nasional. Dasbor ini harus menjadi sistem yang dapat dipercaya oleh pasar global dan masyarakat domestik. Secara prinsip, nilai dasbor bukan terletak pada tampilannya, melainkan pada tingkat kredibilitas dan keterpercayaannya.

Langkah awal yang perlu diprioritaskan oleh pemerintah adalah integrasi sistem yang sudah ada di berbagai kementerian dan lembaga. Sistem seperti Informasi Perizinan Perkebunan (Siperibun), Pelayanan Terpadu Perdagangan (INATRADE), serta Informasi Kepabeanan dan Cukai (CIESA) dapat menjadi dasar penyelarasan. Ini berguna untuk mencegah duplikasi data dan membuat operasionalisasi dasbor lebih efisien.

Namun, integrasi data hanya akan bermakna jika disertai dengan pembuktian yang andal di lapangan. Ketertelusuran tanpa proses verifikasi berisiko menimbulkan keraguan, terutama dari pasar yang semakin sensitif terhadap isu lingkungan dan hak asasi. Oleh karena itu, mekanisme validasi berbasis bukti menjadi krusial agar informasi dalam dasbor benar-benar mencerminkan kondisi komoditas di Indonesia.

Dalam konteks ini, pemerintah perlu membentuk atau bekerja sama dengan lembaga teknis yang tidak hanya berfokus pada pelaporan, tetapi menjamin integritas proses. Kolaborasi dengan pihak yang memiliki kapasitas audit dan evaluasi kredibel akan memperkuat posisi dasbor sebagai sumber data yang andal. Strategi ini penting untuk menumbuhkan dan membangun kepercayaan mitra dagang internasional.

Pentingnya Strategi Komunikasi Publik

Pemerintah juga perlu menyusun ulang strategi komunikasi publik yang menjelaskan urgensi Dasbor Komoditas Nasional. Banyak kritik muncul bukan karena menolak prinsip keberlanjutan, melainkan cerminan kewaspadaan publik agar dasbor ini benar-benar membawa manfaat bagi semua pihak. Maka dari itu, narasi dasbor harus menekankan bahwa alat ini menjamin legalitas, daya saing, dan pemanfaatan komoditas secara adil dan transparan. Pesan ini harus disampaikan secara aktif dan inklusif ke semua pihak, dari petani hingga pelaku usaha.

Keberhasilan dasbor juga ditentukan oleh sinergi antarkementerian serta keberanian politik dalam memposisikannya sebagai instrumen lintas sektor. Sedikitnya, Kementerian Pertanian, Perdagangan, dan Keuangan harus duduk bersama dalam satu visi tata kelola. Pasalnya, kekuatan teknis tanpa komitmen politik hanya akan menghasilkan sistem yang rapi di atas kertas, tetapi lemah dalam penerapan.

Dengan demikian, membangun dasbor bukan hanya soal merakit sistem digital, tetapi membentuk ekosistem kepercayaan yang dapat diuji dan diawasi bersama. Sistem pelacakan yang baik memerlukan validitas data yang kuat, bukan sekadar visualisasi. Dengan pendekatan yang berbasis verifikasi, kolaboratif, dan terbuka, Dasbor Komoditas Nasional dapat menjadi wajah baru tata kelola keberlanjutan Indonesia di mata dunia.

Komentar