Bisnis Sebelum atau Setelah Pensiun: Mana yang Lebih Realistis?

Membangun Bisnis di Usia Matang: Pilihan yang Tidak Lagi Sekadar Pengisi Waktu
Setiap orang pasti akan sampai pada titik dalam hidup di mana rutinitas kerja yang padat mulai terasa membosankan. Detik-detik menuju pensiun sering kali disambut dengan campuran perasaan, ada rasa lega karena akhirnya bisa beristirahat, tapi juga cemas karena muncul pertanyaan besar: setelah ini, apa?
Di tengah kecemasan tersebut, banyak orang mulai melihat bisnis sebagai pilihan untuk mengisi masa pensiun. Namun, ada dua kelompok utama yang berbeda pandangan: mereka yang percaya bisnis sebaiknya dimulai setelah pensiun, dan mereka yang yakin lebih baik memulai bisnis sebelum pensiun, saat daya fisik dan mental masih optimal.
Pertanyaannya adalah: di mana seharusnya kamu berada?
Jawabannya bukan hanya soal waktu, tapi juga kesiapan mental, strategi yang cerdas, serta keberanian untuk memahami perubahan sosial dan ekonomi yang terjadi saat ini. Membangun bisnis di usia matang bukan sekadar tentang menjual atau mencari tambahan penghasilan, tapi juga tentang menciptakan makna baru dalam hidup yang tak lagi sama.
Bisnis Bukan Lagi Pilihan, Tapi Kebutuhan
Dulu, bisnis setelah pensiun dianggap sebagai "pengisi waktu" semata. Namun, situasi kini telah berubah. Biaya hidup meningkat, ketidakpastian ekonomi makin besar, dan usia harapan hidup manusia semakin panjang. Artinya, seseorang bisa hidup 20-30 tahun setelah pensiun. Pertanyaannya, apakah cukup hanya mengandalkan tabungan atau dana pensiun?
Kondisi ini mendorong banyak orang untuk melihat bisnis bukan lagi sebagai opsi, tapi sebagai strategi kelangsungan hidup. Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa lebih dari 60% pensiunan di Indonesia mengalami kesulitan keuangan dalam lima tahun pertama setelah pensiun. Ini bukan karena mereka tidak merencanakan, tapi karena dunia berubah lebih cepat daripada rencana mereka.
Jika kamu memulai bisnis setelah pensiun, maka kamu harus memulainya dari nol dalam kondisi yang sudah tidak lagi berada di puncak energi dan akses. Ini bukan berarti mustahil, tapi kamu harus realistis. Sementara itu, memulai sebelum pensiun memberi ruang untuk uji coba, memperkecil risiko, dan memperkuat pondasi bahkan saat kamu masih menerima gaji tetap.
Tantangan Terbesar Justru Ada di Dalam Diri
Orang sering membayangkan pensiun sebagai waktu tenang dan damai. Tapi, kenyataannya, banyak orang justru mengalami post-power syndrome atau kehilangan arah setelah berhenti bekerja. Ketika status, peran, dan kegiatan harian tiba-tiba hilang, seseorang bisa merasa kosong dan tidak berguna. Inilah alasan kenapa banyak orang ingin "kembali aktif", dan bisnis sering jadi jalurnya.
Namun, memulai bisnis dalam kondisi mental yang belum stabil justru bisa memperburuk keadaan. Sebuah studi dari Stanford Center on Longevity menunjukkan bahwa transisi psikologis pasca-pensiun bisa memakan waktu 6-18 bulan, tergantung kesiapan individu. Maka dari itu, membangun bisnis sebelum pensiun bisa menjadi alat transisi mental yang efektif. Kamu tidak tiba-tiba "kosong", karena peran dan makna hidup sudah terbentuk sejak dini melalui bisnis yang sedang tumbuh.
Kamu juga akan belajar bahwa bisnis bukan cuma tentang untung dan rugi, tapi juga tentang makna baru. Ketika kamu sudah tidak harus memenuhi ekspektasi atasan atau mengejar target kantor, bisnis bisa jadi bentuk ekspresi diri yang jujur. Apakah itu menjual makanan rumahan, membuka toko kerajinan, atau memberi pelatihan sesuai pengalamanmu, semuanya punya nilai lebih daripada sekadar penghasilan tambahan.
Teknologi dan Adaptasi Siapa Cepat, Dia Dapat
Di era digital seperti sekarang, kecepatan adaptasi adalah segalanya. Bisnis kecil sekalipun dituntut paham cara berpromosi lewat media sosial, menjual lewat e-commerce, dan membangun branding di platform digital. Nah, di sinilah masalah muncul.
Generasi yang akan pensiun saat ini adalah mereka yang tumbuh tanpa internet, namun bekerja dalam dunia yang akhirnya didominasi oleh teknologi. Jika kamu termasuk orang yang tidak akrab dengan sistem digital, maka membangun bisnis setelah pensiun bisa jadi berat karena kamu harus mengejar dua hal sekaligus, yaitu membangun bisnis dan belajar teknologi dari nol.
Sementara itu, memulai lebih awal memberi kamu waktu beradaptasi secara bertahap. Kamu bisa mulai belajar hal-hal sederhana: bagaimana membuat akun bisnis di Instagram, bagaimana membaca data penjualan digital, bagaimana menjangkau pelanggan lewat WhatsApp Business, atau sekadar memahami cara kerja marketplace seperti Tokopedia atau Shopee. Ini bukan sekadar strategi teknis, tapi bekal yang akan membuat bisnis kamu tetap relevan di pasar yang terus berubah.
Fakta terbaru dari Google Indonesia mencatat bahwa selama 2024, lebih dari 73% pencarian terkait bisnis rumahan berasal dari kelompok usia 45 tahun ke atas. Artinya, pasar dan pelaku bisnis senior mulai bertemu di titik yang sama yaitu dunia digital. Maka, menunda memulai bisnis hingga pensiun bisa membuat kamu kehilangan momen penting untuk membangun identitas digital.
Modal, Risiko, dan Ilusi Keamanan
Banyak orang takut memulai bisnis sebelum pensiun karena menganggap ini terlalu berisiko. Mereka merasa lebih baik mengandalkan dana pensiun yang sudah pasti. Tapi, benarkah dana pensiun selalu aman?
Inflasi, perubahan kebijakan pajak, biaya kesehatan yang terus naik semua itu bisa menggerus nilai dana pensiun. Dalam kasus terburuk, uang yang dikumpulkan selama puluhan tahun bisa habis dalam waktu beberapa tahun saja. Ketika kamu menyadari hal ini, mungkin sudah terlambat untuk membangun bisnis yang sehat dari nol.
Di sisi lain, saat kamu masih bekerja, kamu punya sumber pemasukan tetap yang bisa dipakai sebagai "pelindung" saat mencoba dan gagal di awal. Inilah mengapa membangun bisnis sebelum pensiun sebenarnya justru lebih aman, karena kamu bisa mengatur ekspektasi dan merencanakan cadangan.
Tentu saja, kamu tetap harus berhati-hati. Jangan tergoda membangun bisnis besar-besaran hanya karena punya penghasilan tetap. Sebaliknya, mulai kecil, uji pasar, evaluasi, lalu tumbuh pelan-pelan. Dengan cara ini, kamu bisa belajar menghadapi kegagalan kecil tanpa harus kehilangan segalanya. Bisnis yang tumbuh pelan tapi stabil seringkali jauh lebih bertahan dibanding bisnis yang langsung besar tapi rapuh.
Menggabungkan Kesiapan dan Keberanian
Dari semua pembahasan di atas, satu hal yang jelas: membangun bisnis bukan soal usia, tapi soal kesiapan. Namun jika kamu menunggu kesiapan yang "sempurna", kamu justru tidak akan pernah mulai. Maka, mulailah saat kamu masih punya akses terhadap sumber daya, energi, dan jaringan.
Bisnis yang dimulai sebelum pensiun bisa tumbuh perlahan tanpa tekanan besar. Lalu, setelah pensiun, kamu tinggal memindahkan fokus penuh ke dalamnya. Ini bukan hanya lebih sehat secara mental dan finansial, tapi juga memberi kamu rasa percaya diri saat menghadapi babak baru dalam hidup.
Kamu tidak lagi pensiunan yang "mengisi waktu", tapi menjadi wirausahawan yang punya arah. Lebih dari itu, kamu memberi contoh kepada anak-anakmu, kepada lingkunganmu, bahwa usia bukan batas untuk berkarya, tapi justru panggung baru untuk mewujudkan mimpi yang selama ini tertunda.
Komentar
Posting Komentar