APBN untuk Ketahanan Pangan: Menjaga Harapan di Tengah Krisis

Featured Image

Peran APBN dalam Menjaga Ketahanan Pangan Nasional

Pangan merupakan elemen penting yang menentukan kehidupan sebuah bangsa. Ia bukan hanya sekadar kebutuhan dasar, tetapi juga menjadi simbol martabat, kedaulatan, dan ketahanan nasional. Sejarah telah membuktikan bahwa negara yang gagal menjaga ketersediaan pangan akan menghadapi berbagai tantangan sosial dan politik. Di sinilah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) memiliki peran strategis—bukan hanya sebagai alat fiskal, tetapi juga sebagai penopang utama keadilan pangan.

Tantangan Ketahanan Pangan Indonesia Saat Ini

Ketahanan pangan di Indonesia menghadapi sejumlah tantangan yang cukup berat. Pertama, produktivitas pertanian mengalami penurunan akibat alih fungsi lahan yang masif. Lahan subur beralih menjadi kawasan industri atau permukiman. Selain itu, akses terhadap sarana dan prasarana pertanian masih terbatas, serta kapasitas kelembagaan petani dan nelayan masih lemah. Minimnya akses pembiayaan dan perlindungan terhadap usaha pertanian serta perikanan turut memperparah kondisi ini.

Petani dan nelayan menghadapi dunia yang semakin kompleks. Perubahan iklim yang ekstrem menyebabkan banjir dan kekeringan yang merusak ribuan hektare sawah. Serangan hama yang sulit dikendalikan dan dinamika geopolitik yang membuat harga pupuk, pestisida, dan pangan global melonjak juga memberi tekanan besar. Di sisi lain, biaya logistik dan distribusi pangan yang tinggi, karena karakter geografis Indonesia yang kepulauan, semakin memperberat beban masyarakat.

Ironisnya, meski konsumsi pangan meningkat akibat pertumbuhan penduduk, petani dan nelayan justru menjadi kelompok yang paling rentan secara ekonomi. Mereka sering kali tidak mendapat manfaat yang seimbang dari hasil produksi mereka.

Upaya Pemerintah dalam Menghadapi Tantangan

Pemerintah tidak diam melihat tantangan ini. Melalui berbagai kebijakan, APBN dialokasikan untuk menjawab berbagai isu yang ada. Namun, efektivitasnya seringkali terhambat oleh implementasi yang tidak seragam di lapangan.

Alih Fungsi Lahan dan Penurunan Produktivitas

Alih fungsi lahan menjadi ancaman nyata bagi pertanian Indonesia. Lahan pertanian yang dulu subur kini berubah menjadi area komersial atau permukiman. Untuk mengatasi ini, APBN digunakan untuk memperkuat perlindungan lahan pertanian berkelanjutan, mempercepat redistribusi lahan melalui reforma agraria, serta memberi insentif fiskal kepada daerah yang menjaga lahan pangan.

Namun, tantangan berikutnya adalah produktivitas. Banyak petani masih menggunakan cara tanam tradisional tanpa inovasi teknologi. Penggunaan pupuk yang tidak sesuai takaran, minimnya benih unggul, serta kurangnya pelatihan teknis menyebabkan hasil panen stagnan atau bahkan menurun. Oleh karena itu, belanja APBN diarahkan untuk program intensifikasi pertanian seperti distribusi benih unggul, alat mesin pertanian, pelatihan teknis, dan rehabilitasi jaringan irigasi.

Perubahan Iklim dan Keamanan Produksi

Tahun 2024 mencatat kerugian besar akibat banjir dan kekeringan yang merusak ribuan hektare sawah. Dengan perubahan iklim yang semakin nyata, risiko ini akan semakin tinggi. APBN tidak bisa hanya bersikap reaktif melalui bantuan sosial saat bencana terjadi. Diperlukan kebijakan proaktif seperti pembangunan bendungan, embung, dan sistem irigasi mikro, serta asuransi pertanian dan perikanan untuk menanggung risiko gagal panen atau tangkap.

Sayangnya, partisipasi dalam program asuransi pertanian masih rendah. Banyak petani belum memahami mekanismenya, atau takut dengan proses klaim yang rumit. Edukasi dan simplifikasi birokrasi menjadi hal mutlak agar APBN betul-betul menjangkau kebutuhan di tingkat bawah.

Distribusi Pangan dan Biaya Logistik

Distribusi pangan di Indonesia masih terpusat, sehingga harga beras di Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur bisa berbeda dua kali lipat. Hal ini disebabkan oleh akses jalan, pelabuhan, dan cold storage yang tidak merata. APBN melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) Infrastruktur dan Dana Desa memainkan peran penting dalam memperbaiki situasi ini.

Pemerataan pembangunan jalan tani, jalan produksi, hingga transportasi laut antar-pulau menjadi syarat mutlak bagi keadilan pangan. Selain itu, kelembagaan pasar juga harus dibenahi. Tengkulak yang mengambil margin tinggi menjadikan harga hasil panen tidak sebanding dengan jerih payah petani. Digitalisasi rantai pasok dan penguatan koperasi tani menjadi langkah yang perlu didorong melalui pembiayaan APBN yang terarah.

Ketahanan Bukan Sekadar Produksi: Pentingnya Cadangan Pangan

Ketahanan pangan tidak cukup diukur dari produksi saja. Ketersediaan cadangan pangan nasional dan keberadaan lumbung pangan daerah harus menjadi prioritas. Krisis pangan dunia akibat konflik Rusia-Ukraina menunjukkan bahwa negara yang tidak punya stok strategis akan goyah dalam hitungan minggu.

APBN dialokasikan untuk memperkuat peran Badan Pangan Nasional dalam menjaga stok beras, jagung, kedelai, dan komoditas penting lain. Namun, manajemen cadangan pangan harus berbasis sistem rotasi dan digitalisasi agar tidak menjadi ladang pemborosan anggaran akibat kedaluwarsa dan penyimpanan tak layak.

Pembangunan yang Melibatkan Petani, Bukan Sekadar untuk Petani

Pembangunan pertanian bukan sekadar soal bangunan fisik. Ini adalah proses kultural dan sosial. Oleh karena itu, petani dan nelayan tidak boleh hanya menjadi objek kebijakan. Mereka harus menjadi subjek: terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan anggaran.

Penguatan kapasitas kelembagaan petani, seperti kelompok tani, gabungan kelompok tani, dan koperasi, wajib menjadi bagian dari strategi besar. Termasuk pelibatan anak muda dalam pertanian modern, dengan pendekatan teknologi dan insentif yang memadai. Tanpa generasi muda, pertanian akan ditinggalkan.

APBN sebagai Pilar Keadilan Pangan

Ketahanan pangan sejatinya bukan urusan kementerian pertanian semata, melainkan tugas bersama seluruh elemen negara. Dalam hal ini, APBN adalah alat negara untuk memastikan bahwa tidak ada anak bangsa yang kelaparan karena kemiskinan atau ketimpangan akses.

APBN harus bekerja dari ladang hingga ke meja makan. Ia harus menjadi jembatan yang menghubungkan harapan petani dengan kebutuhan konsumen. Dalam setiap rupiah yang dialokasikan, harus tertanam semangat keadilan, keberlanjutan, dan kedaulatan.

Membangun ketahanan pangan bukanlah kerja instan, melainkan kerja panjang yang memerlukan visi, konsistensi, dan keberpihakan. Dan di dalamnya, APBN bukan hanya catatan fiskal, tapi wujud cinta negara kepada rakyatnya.

Komentar