Dedi Mulyadi Buat Logo Siluet Kujang RSUD Welas Asih di Tengah Persoalan Ganti Nama

Featured Image

Perubahan Nama Rumah Sakit dan Simbolisme Logo Baru

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, secara resmi meluncurkan logo baru untuk Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) yang sebelumnya dikenal dengan nama Al Ihsan. Peluncuran ini dilakukan dalam konteks perdebatan terkait pergantian nama rumah sakit tersebut. Dedi menjelaskan bahwa logo baru ini mengandung makna yang kaya akan simbolisme budaya dan nilai-nilai kemanusiaan.

Logo baru RSUD Welas Asih memiliki bentuk dua kujang yang saling bertemu. Kujang merupakan simbol kekuatan dan perlindungan dalam budaya Sunda. Di bagian punggung kujang terdapat tiga lubang yang melambangkan tiga prinsip utama yaitu Islam, Iman, dan Ihsan. Dedi menekankan bahwa makna ini mencerminkan komitmen rumah sakit dalam memberikan layanan kesehatan yang berlandaskan iman dan kepedulian.

Di bawah dua kujang, terdapat simbol yang menyerupai rahim. Simbol ini merepresentasikan perempuan sebagai sumber kehidupan dan cinta. "Karena manusia lahir dengan cinta," ujar Dedi. Hal ini menunjukkan bahwa rumah sakit juga memiliki komitmen untuk memberikan pelayanan yang penuh kasih dan empati kepada pasien.

Logo ini juga mengandung filosofi Sunda "Tri Tangtu di Buana" yang merujuk pada tiga unsur kepemimpinan yaitu Rama, Resi, dan Prabu. Filosofi ini mencerminkan pentingnya kepemimpinan yang bijaksana, spiritual, dan kuat. Selain itu, simbol ini juga mewakili penghargaan terhadap alam, sesuai dengan falsafah Sunda "Gunung kaian, lengkob kudu awian, lebak kudu sawahan".

Di atas siluet dua kujang, terdapat kaligrafi Arab berwarna hijau yang bertuliskan "Ar-Rahman Ar-Rahim". Kaligrafi ini bermakna "Maha Pengasih Maha Penyayang", yang menjadi dasar dari nama RSUD Welas Asih. Nama ini mencerminkan semangat kemanusiaan dan pengabdian yang dipegang oleh rumah sakit.

Antara siluet dua kujang dan simbol rahim, terdapat lima titik berwarna merah muda yang tersusun sejajar. Kelima titik ini melambangkan siklus kehidupan dari lahir hingga wafat, serta menggambarkan nilai Panca Waluya yang menjadi prinsip pelayanan rumah sakit yaitu Cageur, Bageur, Bener, Pinter, dan Singer.

Ketua II Yayasan Al Ihsan, Olih Komarudin, menyampaikan apresiasinya terhadap logo baru tersebut. "Logo ini sangat lengkap dan menggambarkan kondisi RSUD Welas Asih saat ini," ujarnya. Ia menilai bahwa logo ini mampu memperkuat identitas dan tujuan rumah sakit dalam memberikan layanan kesehatan yang berkualitas.

Dedi juga menegaskan kepada Direktur Utama RSUD Welas Asih agar menepati janjinya membuat prasasti penghormatan bagi para pendiri Al Ihsan. "Jangan lupa, saya titip. Letakkan di bagian depan. Tulis nama-nama mereka dengan baik, lalu kita beri apresiasi kepada keluarga mereka," tutur Dedi. Ini menunjukkan pentingnya mengenang sejarah dan kontribusi para pendiri rumah sakit.

Perubahan nama RSUD Al Ihsan menjadi RSUD Welas Asih menimbulkan polemik dan penolakan dari berbagai pihak. Beberapa kelompok menilai bahwa perubahan ini mengabaikan sejarah dan nilai-nilai spiritual yang melandasi pendirian rumah sakit. Salah satu kelompok yang menolak adalah Aliansi Pergerakan Islam Jawa Barat (API Jabar).

Ketua API Jabar, Asep Syaripuddin, menjelaskan bahwa Yayasan Al-Ihsan didirikan pada 15 Januari 1993 oleh enam tokoh penting Jawa Barat. Peletakan batu pertama pembangunan rumah sakit dilakukan pada 11 Maret 1993, yang bertepatan dengan 17 Ramadan 1414 H. Rumah sakit ini mulai beroperasi pada 12 November 1995. Awalnya dikelola oleh Yayasan Al-Ihsan sejak 1993 hingga 2004, kemudian beralih menjadi milik pemerintah Provinsi Jawa Barat sejak tahun 2004.

Melalui Perda Provinsi Jawa Barat No. 23 Tahun 2008, sejak tanggal 19 November 2008 rumah sakit ini resmi bernama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Al-Ihsan Jawa Barat. "Meskipun nama resminya RSUD Al-Ihsan, namun janganlah dilupakan akar sejarah dan nilai-nilai spiritual yang melandasi pendiriannya," ujar Asep.

Terbaru, API Jabar melakukan audiensi dengan DPRD Jawa Barat untuk menyatakan keberatannya atas penggantian nama tersebut. Mereka menitipkan surat penolakan perubahan nama fasilitas tersebut yang ditujukan ke Dedi Mulyadi. Hal ini menunjukkan bahwa masalah perubahan nama masih menjadi isu yang sensitif dan perlu dipertimbangkan dengan matang.

Komentar