
Perkembangan Saham Blue Chip di Semester Kedua Tahun 2025
Di Bursa Efek Indonesia (BEI), harga saham blue chip mengalami penurunan yang signifikan pada semester pertama tahun 2025. Pertanyaannya sekarang adalah, apa saja saham blue chip yang memiliki prospek cerah untuk menjadi pilihan investasi di semester kedua tahun ini?
Saham blue chip biasanya berasal dari perusahaan besar dengan fundamental yang kuat dan kinerja keuangan yang stabil. Mereka sering kali memiliki kapitalisasi pasar yang sangat besar, mulai dari puluhan hingga ratusan triliun rupiah. Di BEI, saham-saham ini umumnya menjadi anggota Indeks LQ45, yang terdiri dari 45 saham paling likuid.
Namun, selama semester pertama tahun 2025, Indeks LQ45 mengalami tekanan yang cukup berat. Bahkan, kinerjanya lebih buruk dibandingkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Hingga akhir perdagangan Senin (30/6), indeks LQ45 turun sebesar 6,53% secara year to date, sementara IHSG hanya melemah sebesar 2,15%.
Salah satu penyebab penurunan indeks tersebut adalah kinerja sektor keuangan yang mengecewakan. Saham-saham bank seperti PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menjadi pemberat indeks LQ45. Sepanjang tahun ini, BBCA telah terkoreksi sebesar 7,58%, yang berdampak pada penurunan indeks sebesar 9,32 poin. Selain itu, saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) juga memberikan tekanan sebesar 4,95 poin, serta saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang menggerus indeks sebesar 4,67 poin.
Faktor Penyebab Penurunan Indeks LQ45
Menurut Nafan Aji Gusta, Senior Market Analyst dari Mirae Asset Sekuritas, penurunan indeks LQ45 sejalan dengan kinerja IHSG karena perlambatan dalam penyaluran kredit. Saat ini, sektor keuangan, khususnya perbankan, menjadi motor penggerak utama indeks baik IHSG maupun LQ45.
Selain itu, emiten big caps yang berbasis komoditas juga terpengaruh oleh fluktuasi harga komoditas akibat sentimen global. Hal ini memperparah tekanan pada indeks LQ45.
Miftahul Khaer, Research Analyst dari Kiwoom Sekuritas Indonesia, menambahkan bahwa aksi jual beli atau net sell dari investor asing juga berkontribusi pada penurunan indeks. Selain itu, sentimen global belum memberikan dorongan signifikan untuk strategi risk-on, sehingga indeks LQ45 cenderung sideways atau bahkan terkoreksi hingga akhir semester pertama tahun 2025.
Prospek Saham Blue Chip di Semester Kedua
Meski menghadapi tekanan, Miftahul melihat prospek saham blue chip di indeks LQ45 sedikit lebih cerah di semester kedua tahun 2025. Beberapa faktor positif yang mendorong harapan ini antara lain:
- Pemerintah mulai menggulirkan stimulus fiskal.
- Ekspektasi pemangkasan suku bunga semakin kuat.
- Dividen interim dari beberapa emiten berpotensi menjadi katalis positif.
Berdasarkan analisis tersebut, Miftahul merekomendasikan saham-saham seperti PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS), dan PT Jasa Marga Tbk (JSMR). Prospek mereka dipengaruhi oleh narasi energi, emas, ekonomi syariah, dan infrastruktur.
Sementara itu, Nafan memproyeksikan kinerja indeks LQ45 akan lebih positif di semester kedua. Ini sejalan dengan potensi penurunan suku bunga oleh bank sentral dan peningkatan hubungan dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan mitra-mitranya seperti Jepang, Eropa, dan Korea Selatan.
Rekomendasi Saham Pilihan
Nafan merekomendasikan saham-saham seperti BBCA, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), BBRI, BMRI, PT Ciputra Development Tbk (CTRA), PT Indosat Tbk (ISAT), JSMR, PT Medco Energy Internasional Tbk (MEDC), dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM).
Kiwoom Sekuritas juga merekomendasikan trading buy pada saham ANTM dengan target harga Rp 3.120 dan BRIS dengan target harga Rp 2.700. Pada perdagangan Jumat 4 Juli 2025, harga saham ANTM ditutup di level 3.000, turun 120 poin atau 3,85% dibandingkan sehari sebelumnya. Namun, sepanjang pekan lalu, harga saham ANTM terakumulasi naik 90 poin atau 3,09%.
Komentar
Posting Komentar