Hari Anak Nasional 2025: Menghidupkan Permainan Tradisional Lawan Gawai

Permainan Tradisional sebagai Solusi untuk Mengurangi Kecanduan Gadget pada Anak
Pemerintah mengajak masyarakat kembali memperkenalkan permainan tradisional sebagai salah satu solusi nyata dalam mengatasi kecanduan gawai yang semakin marak di kalangan anak-anak. Inisiatif ini menjadi fokus utama dalam rangkaian peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2025 yang digelar di Graha Cakrawala, Universitas Negeri Malang (UM), pada Selasa (15/7/2025). Acara ini dihadiri oleh berbagai tokoh penting seperti Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) Arifah Fauzi, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno, serta Rektor UM Prof. Haryono.
Peringatan HAN tahun ini dirancang dengan pendekatan yang berbeda agar bisa memberikan dampak yang lebih luas dan serentak di seluruh Indonesia. Salah satu agenda utamanya adalah menggalakkan kembali permainan tradisional yang berbasis kearifan lokal. Menurut Menteri PPPA, Arifah Fauzi, hal ini bertujuan untuk mengurangi penggunaan gadget yang terlalu berlebihan, yang dinilai menjadi salah satu pemicu kekerasan terhadap anak.
"Permainan tradisional akan menjadi solusi yang kami tawarkan agar anak-anak tidak terlalu lama menghabiskan waktu mereka hanya dengan gadget," ujarnya.
Hasil riset dari Kementerian PPPA menunjukkan bahwa penggunaan gawai secara berlebihan dapat berdampak negatif terhadap perkembangan anak, termasuk meningkatkan risiko kekerasan. Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah dan berbagai pihak, termasuk dunia pendidikan seperti UM, sangat penting dalam menyelesaikan masalah ini secara bersama-sama.
Dalam acara tersebut, ada empat agenda utama yang dilaksanakan, yaitu:
- Senam bersama
- Bermain permainan tradisional
- Menyanyikan lagu nasional dan daerah
- Dongeng kepahlawanan
Selain itu, Menteri Arifah juga menegaskan bahwa pemerintah memiliki komitmen penuh dalam mengatasi segala bentuk kekerasan terhadap anak. Ia menyampaikan bahwa Kementerian PPPA telah melakukan berbagai langkah, mulai dari pendampingan, penjangkauan hingga kunjungan untuk memberikan pemulihan bagi anak-anak yang mengalami kekerasan.
Menko PMK, Pratikno, memberikan apresiasi terhadap inisiatif UM yang tidak hanya menjadi tuan rumah, tetapi juga menggelar seminar dan Deklarasi Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak. Ia menyebut kegiatan di Malang ini sebagai bagian dari rangkaian acara nasional menjelang puncak HAN 2025 pada 23 Juli mendatang.
Rektor UM, Prof. Haryono, menegaskan bahwa tujuan universitas bukan hanya menciptakan generasi yang unggul secara akademik, tetapi juga membentuk karakter mahasiswa yang mampu meraih kebahagiaan sejati. Menurutnya, kebahagiaan tersebut hanya dapat dicapai dalam lingkungan yang bebas dari segala bentuk penindasan.
"Kami bertekad mewujudkan kampus yang ramah anak dan menciptakan relasi antar manusia yang sehat. Ini berarti tidak ada toleransi bagi perundungan, kekerasan simbolik, kekerasan verbal, hingga kekerasan seksual di lingkungan kita," katanya.
Ia juga menekankan bahwa upaya ini merupakan tantangan bersama yang krusial untuk mencapai cita-cita luhur para pendiri bangsa. Komitmen anti-kekerasan ini langsung dikaitkan dengan visi Indonesia Emas 2045, yakni Indonesia yang diharapkan menjadi bangsa yang berdaulat, maju, dan sejahtera.
"Fondasi dari Indonesia Emas 2045 adalah Generasi Emas. Menciptakan generasi tersebut bukanlah proses instan, melainkan sebuah upaya jangka panjang yang harus kita bangun sejak dini," jelasnya.
Komentar
Posting Komentar