Kristen Palestina Terancam Punah, Bersatu Lawan Kebrutalan Pemukim Yahudi

Kunjungan Pemimpin Gereja ke Taybeh, Kota Kristen yang Terancam oleh Serangan Pemukim Israel
Para pemimpin gereja tertinggi di Palestina melakukan kunjungan ke kota Taybeh, sebuah wilayah di Tepi Barat yang sebagian besar penduduknya adalah umat Kristen. Kehadiran mereka menunjukkan rasa solidaritas terhadap komunitas Kristen yang semakin terancam akibat serangan-serangan dari para pemukim Yahudi ekstremis. Peristiwa ini terjadi dalam konteks ketegangan yang semakin meningkat antara masyarakat setempat dan kelompok-kelompok radikal.
Taybeh, yang dikenal sebagai kota Kristen, telah menjadi sasaran beberapa serangan oleh pemukim radikal dalam beberapa minggu terakhir. Para pemimpin agama Kristen mengatakan bahwa pihak berwenang Israel tidak cukup responsif terhadap kejadian-kejadian ini. Dalam pernyataan bersama, Patriark Theophilos III dari Yerusalem dan Patriark Latin Yerusalem Pierbattista Pizzaballa menyatakan bahwa tindakan-tindakan tersebut merupakan ancaman terhadap warisan Kristen di wilayah tersebut. Mereka meminta adanya penyelidikan terhadap kegagalan otoritas penegak hukum Israel dalam merespons serangan-serangan ini.
Kunjungan Solidaritas dan Konferensi Pers
Dalam kunjungan mereka ke Taybeh, kedua pemimpin gereja tersebut juga mengadakan konferensi pers dan upacara doa di lokasi pembakaran baru-baru ini. Mereka menyampaikan pernyataan yang menyoroti kekhawatiran tentang serangan sistematis yang dilakukan oleh para pemukim ekstremis. Mereka menilai bahwa tindakan tersebut merupakan ancaman langsung terhadap komunitas Kristen dan warisan religius serta historis mereka.
Pemimpin gereja Palestina menekankan bahwa situasi di Taybeh sedang mengalami tren serangan yang semakin meningkat. Mereka menuntut agar para radikal ini dimintai pertanggungjawaban oleh pihak berwenang Israel, yang dinilai memfasilitasi kehadiran mereka di sekitar kota tersebut. Dalam pernyataan mereka, mereka juga mempertanyakan mengapa polisi Israel tidak menanggapi panggilan darurat dari masyarakat setempat dan mengapa tindakan-tindakan yang menjijikkan ini terus dibiarkan begitu saja.
Pengalaman Warga Taybeh
Selama kunjungan tersebut, warga Taybeh menghampiri kedua pemimpin gereja dan menceritakan pengalaman mereka dengan serangan-serangan yang terjadi. Jawis Awad, seorang peternak ayam, mengatakan bahwa pekerjaannya terganggu oleh para pemukim yang membuat lahan pertanian di perbatasan timur Taybeh menjadi zona terlarang. Ia menuduh bahwa para pemukim bersenjata baru-baru ini memasang penghalang jalan, meminggirkan mobilnya, dan mencoba mencuri kendaraannya.
Seorang petani zaitun juga mengatakan bahwa ia sekarang tidak dapat mengakses kebun zaitunnya karena ancaman kekerasan dari para pemukim. Wilayah timur Taybeh disebut sebagai "target terbuka" bagi para pemukim ekstremis. Hamdallah Bearat, seorang penduduk Kafr Malik yang terletak hanya dua kilometer di utara Taybeh, menggambarkan kehidupan di wilayah tersebut sebagai mimpi buruk yang menyertai genosida yang dilakukan Israel di Gaza sejak Oktober 2023 lalu.
Kekhawatiran akan Migrasi Umat Kristen
Pizzaballa mengatakan bahwa kekhawatiran akan kekerasan mendorong umat Kristen untuk meninggalkan Tepi Barat. Ia memperkirakan sekitar 50.000 orang Kristen Palestina masih tinggal di Yerusalem dan Tepi Barat. “Sayangnya, godaan untuk beremigrasi ada karena situasi yang ada,” tambahnya. “Saat ini sangat sulit untuk melihat bagaimana dan kapan hal ini akan berakhir, dan terutama bagi kaum muda untuk berbicara tentang harapan, kepercayaan untuk masa depan.”
Ia juga mengatakan bahwa dirinya telah menghubungi pihak berwenang Israel terkait serangan di Taybeh dan diberitahu bahwa mereka akan menyelidiki tuduhan tersebut. Namun, ia menyampaikan keraguan terhadap efektivitas penegakan hukum yang akan dilakukan.
Ancaman terhadap Tanah dan Warisan Budaya
Banyak warga Taybeh mengeluhkan bahwa tanah mereka secara bertahap direbut oleh para pemukim ekstremis. Saber Asaleyeh, seorang pemilik tanah Palestina, memeriksa rongsokan mobilnya yang hangus akibat serangan pemukim Israel. Bearat mengatakan bahwa para pemukim ekstremis secara bertahap merambah lahan pertaniannya dan membawa domba-domba mereka untuk merumput di antara pohon-pohon alpukat dan zaitun milik para petani Palestina dengan tujuan untuk menghancurkan tanaman tersebut.
“Ketika mereka datang ke tanah saya, pemukim, untuk menggembalakan dombanya di tanah saya, dan saya mengeluh kepada petugas polisi, petugas polisi itu bukannya menghentikannya, dia malah berkata kepada saya, 'Apakah Anda memiliki bukti bahwa ini adalah tanah Anda? Tetapi apakah dia bertanya kepada pemukim itu, ‘Apakah Anda memiliki hak [untuk menggembalakan domba-dombanya]’?” kata Bearat. Ia menuding bahwa para pemukim mengabaikan semua hukum, bahkan hukum Israel. Rencana mereka jelas; pembersihan etnis. Tidak ada penjelasan lain.
Komentar
Posting Komentar