Pembaharuan Kasus Mafia Beras, Ini Pernyataan Mentan Amran

Featured Image

Penanganan Kasus Mafia Beras dan Tindakan yang Dilakukan

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman telah memberikan penjelasan terkini mengenai perkembangan dalam penanganan kasus mafia beras. Ia menyatakan bahwa pihak-pihak yang diduga melakukan pelanggaran sedang diperiksa oleh aparat penegak hukum. Dalam proses investigasi, ditemukan sejumlah produsen beras yang bermasalah.

Hasil penelitian lapangan menunjukkan adanya 212 produsen beras yang tidak sesuai dengan ketentuan mutu, berat, dan harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Data ini telah disampaikan langsung kepada Kapolri dan Jaksa Agung. Saat ini, proses pemeriksaan sedang berlangsung.

Tiga hari lalu, kepolisian memeriksa 10 perusahaan besar yang terkait dalam distribusi beras. Pemeriksaan dilakukan oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri bekerja sama dengan Satgas Pangan. Mentan berharap masalah ini dapat segera diselesaikan, terutama karena produksi beras nasional saat ini mengalami peningkatan signifikan.

“Jika stok kita sedikit, langkah ini tidak bisa dilakukan karena bisa memukul balik. Tapi sekarang stok kita banyak,” ujar Mentan. Ia juga meminta pihak-pihak yang masih melanggar untuk segera memperbaiki praktik distribusinya. Satgas Pangan Polri terus melakukan pemeriksaan, baik di kota besar maupun daerah-daerah.

Sebelumnya, Mentan menyampaikan temuan mengejutkan terkait peredaran beras bermasalah di pasar. Dari total 268 merek beras yang diperiksa, sebanyak 212 di antaranya tidak sesuai dari sisi mutu, berat, dan HET. Temuan ini telah dilaporkan secara resmi ke Kapolri dan Jaksa Agung.

Temuan tersebut merupakan hasil kerja lapangan tim gabungan dari Kementan, Satgas Pangan, Kejaksaan, Badan Pangan Nasional (NFA), dan unsur pengawasan lainnya. Dari 13 laboratorium di 10 provinsi, sekitar 85,56 persen beras premium yang diuji tidak sesuai mutu, 59,78 persen dijual di atas HET, dan 21 persen beratnya tidak sesuai ketentuan.

“Ini sangat merugikan masyarakat,” kata Amran. Ia menyoroti bahwa anomali harga beras terjadi di tengah tren peningkatan produksi nasional. Produksi beras Indonesia pada 2025/2026 diperkirakan mencapai 35,6 juta ton, di atas target nasional 32 juta ton.

“Kalau dulu harga naik karena stok sedikit, sekarang tidak ada alasan. Produksi tinggi, stok melimpah, tapi harga tetap tinggi. Ini indikasi penyimpangan,” tegasnya. Mentan menyebut potensi kerugian konsumen akibat praktik curang ini bisa mencapai Rp 99 triliun.

Beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan), yang seharusnya dijual sesuai ketentuan, dikemas ulang dan dijual sebagai beras premium dengan harga lebih mahal. “Kami sudah telepon Pak Kapolri dan Jaksa Agung. Hari ini juga kami serahkan seluruh data dan temuan lengkap. Negara tidak boleh kalah dengan mafia pangan,” tambahnya.

Sekretaris Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Sesjam Pidsus), Andi Herman, menyatakan bahwa temuan ini merupakan pelanggaran terhadap berbagai regulasi. Menurutnya, pelanggaran mencakup sisi mutu, harga, dan distribusi pangan. Karena beras ini merupakan komoditas bersubsidi, kerugian menjadi ganda: bagi rakyat sebagai konsumen, dan bagi negara sebagai penyedia subsidi.

“Kami mendukung penegakan hukum yang tegas sebagai bentuk efek jera dan perbaikan tata kelola,” ujarnya. Perwakilan Satgas Pangan Mabes Polri, Brigjen Helfi Assegaf, menegaskan bahwa praktik pengemasan dan pelabelan menyesatkan merupakan pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Kementan mengingatkan masyarakat agar berhati-hati saat membeli beras, dan memastikan kesesuaian antara label dan isi produk.

Komentar