
Purbaya Yudhi Sadewa Kembali Maju sebagai Calon Ketua LPS
Ketua Dewan Komisioner (DK) Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa, telah menyatakan kesiapannya untuk kembali mencalonkan diri dalam pemilihan calon ketua dan anggota dewan komisioner (ADK) LPS periode 2025 hingga 2030. Nama Purbaya muncul dalam pengumuman panitia seleksi yang diumumkan beberapa waktu lalu.
Purbaya mengungkapkan bahwa ia telah mendaftar kembali dan berharap bisa lolos dalam proses seleksi ini. Ia juga menjelaskan visi dan misinya, yaitu memperkuat layanan resolusi bank dengan fokus pada penyelamatan bank perekonomian rakyat (BPR). Menurutnya, BPR harus diselamatkan secepat mungkin tanpa ditutup, begitu pula dengan bank umum.
Selain itu, Purbaya juga menyampaikan rencana program penjaminan polis asuransi yang akan mulai berjalan pada tahun 2028. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi Indonesia, sehingga tidak ada gangguan terhadap stabilitas sistem keuangan nasional.
Kritik terhadap Proses Seleksi ADK LPS
Beberapa akademisi dan pengamat hukum menyoroti adanya potensi masalah dalam proses seleksi ADK LPS. Mereka menilai bahwa aturan yang dikeluarkan oleh panitia seleksi (pansel) tidak sepenuhnya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang LPS.
Salah satu perbedaan utama terletak pada syarat bahwa calon tidak boleh menjadi konsultan, pegawai, pengurus, atau pemilik bank atau perusahaan asuransi baik langsung maupun tidak langsung pada saat ditetapkan. Namun, dalam UU tersebut, frasa “pada saat ditetapkan” tidak termuat dalam ketentuan yang sama. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah pansel melakukan pelanggaran terhadap norma undang-undang.
Hardjuno Wiwoho, seorang pengamat hukum pembangunan dari Universitas Airlangga, menyatakan bahwa penyisipan frasa “pada saat ditetapkan” merupakan bentuk pelanggaran terhadap norma hukum. Ia menilai bahwa aturan pansel secara terang-benderang bertentangan dengan UU, sehingga menimbulkan preseden yang berbahaya dalam proses seleksi pejabat publik.
Dokumen resmi pansel Nomor Peng-1/Pansel-DKLPS/2025 tertanggal 3 Juli 2025 yang ditandatangani oleh Sri Mulyani Indrawati, selaku ketua pansel, menunjukkan adanya ketentuan yang membatasi calon agar tidak memiliki hubungan langsung atau tidak langsung dengan bank atau perusahaan asuransi. Di sisi lain, dalam nomor 10, terdapat ketentuan bahwa calon tidak boleh menjadi pengurus atau anggota partai politik saat pencalonan.
Menurut Hardjuno, dalam hierarki peraturan perundang-undangan, peraturan turunan seperti ketentuan pansel tidak dapat mengubah substansi yang telah diatur dalam UU. Jika pansel ingin memperlonggar syarat seleksi, seharusnya terlebih dahulu mengubah undang-undang melalui DPR, bukan hanya melalui pengumuman administratif.
Dampak pada Kredibilitas LPS
Hardjuno menegaskan bahwa jika hal ini dibiarkan, hasil seleksi dapat dikatakan cacat hukum dan berpotensi dibatalkan sepenuhnya. Ia juga menyayangkan jika sampai ada upaya sistematis untuk mengakali undang-undang demi meloloskan calon tertentu.
“Pansel sedang melakukan akrobat hukum demi menggolkan kepentingan. Ini bukan hanya soal salah tafsir, tapi dugaan rekayasa regulasi,” ujar dia.
Ekonom Aditya Hera Nurmoko menambahkan bahwa ketidaksesuaian ketentuan pansel ADK LPS dapat memengaruhi persepsi publik dan pelaku pasar terhadap tata kelola sistem keuangan nasional. Menurutnya, masalah ini bukan sekadar formalitas karena LPS merupakan lembaga strategis dalam menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan.
Ia menekankan bahwa prinsip dasar sektor keuangan adalah trust (kepercayaan). Kepercayaan tidak hanya dibangun melalui kinerja teknis, tetapi juga melalui integritas dan kepatuhan terhadap aturan yang berlaku.
“Dalam dunia keuangan, kepercayaan itu bukan sesuatu yang bisa ditawar,” tegas Aditya.
Komentar
Posting Komentar