
Film Animasi Merah Putih: One For All Menghadapi Kritik Berat
Film animasi Merah Putih: One For All yang dirancang untuk merayakan HUT ke-80 Kemerdekaan Indonesia, telah menjadi perbincangan hangat setelah poster dan trailer resmi dirilis. Namun, alih-alih mendapat apresiasi, film ini justru menuai banyak kritik dari publik. Dengan rilisan di bioskop pada 14 Agustus 2025, film yang diproduksi oleh Perfiki Kreasindo dan diproduseri oleh Toto Soegriwo ini menimbulkan berbagai reaksi negatif.
Poster dan Visual yang Menyita Perhatian
Poster film ini menampilkan delapan karakter anak-anak dengan latar belakang bendera Merah Putih yang berkibar. Film ini diklaim sebagai film animasi pertama di Indonesia yang mengangkat tema kebangsaan. Meski demikian, kualitas visual yang ditampilkan dinilai tidak memadai oleh sebagian penonton. Banyak yang menyebut bahwa animasi terlihat kurang matang dan tidak layak tayang di layar lebar.
Beberapa adegan dalam trailer juga mendapat kritik, seperti suara burung kakatua yang terdengar seperti monyet atau kemunculan senjata M4 di gudang desa. Netizen menulis komentar-komentar pedas di media sosial, salah satunya menyebutkan:
"Kok bisa ada senjata M4 di gudang desa? Ini gudang kartel apa gudang desa?"
Selain itu, banyak pengguna media sosial menyebut bahwa desain poster terlihat seperti cover CD bajakan yang sering dilihat saat masa SD.
Penjelasan Toto Soegriwo tentang Dana Produksi
Toto Soegriwo, produser film ini, memberikan klarifikasi mengenai isu dana produksi sebesar Rp 6,7 miliar. Ia menegaskan bahwa informasi tersebut tidak benar dan merupakan fitnah. "Kami tidak pernah menerima satu rupiah pun dana dari pemerintah," tulisnya di akun X-nya.
Ia meminta masyarakat untuk tidak menyebarkan informasi yang belum dapat dipastikan kebenarannya. Toto juga menyampaikan bahwa tuduhan tersebut tidak hanya mengganggu dirinya, tetapi juga keluarganya. "Istri dan anak-anak saya kini mengalami tekanan mental dan rasa tertekan akibat hujatan yang tersebar," ujarnya.
Pernyataan Pemerintah
Wakil Menteri Ekonomi Kreatif, Irene Umar, menegaskan bahwa Kementerian Ekonomi Kreatif tidak bertanggung jawab atas pembuatan film Merah Putih: One For All. Ia menjelaskan bahwa pihaknya hanya menerima audiensi dari tim produksi film tersebut, tanpa adanya alokasi anggaran atau bantuan finansial.
Irene menambahkan bahwa setiap orang memiliki kebebasan untuk berkarya selama memberikan dampak positif. Namun, ia menegaskan bahwa pihaknya tidak memberikan bantuan finansial maupun fasilitas promosi dalam produksi film ini.
Kritik dari Sutradara Hanung Bramantyo
Sutradara ternama Hanung Bramantyo juga menyampaikan kritik terhadap film ini. Ia merasa heran karena film ini bisa mendapatkan jadwal tayang di bioskop sementara ratusan film Indonesia lainnya masih harus menunggu. "Kok bisa dapat tanggal tayang di tengah 200 judul film Indonesia yang antre?" ujarnya.
Hanung menilai bahwa kualitas film ini belum memenuhi standar industri. Trailer yang dirilis dinilai terlalu sederhana dan minim kualitas. "Kalau itu ditayangkan, sudah pasti penonton akan resisten," katanya.
Kesimpulan
Film animasi Merah Putih: One For All menghadapi tantangan besar dalam menghadapi kritik publik. Meskipun diharapkan menjadi representasi kebanggaan nasional, film ini justru menjadi sorotan karena kualitas visual dan konten yang dinilai tidak sesuai harapan. Dengan kritik yang datang dari berbagai pihak, termasuk sutradara dan netizen, film ini harus menghadapi tantangan besar untuk mendapatkan apresiasi dari masyarakat.
Komentar
Posting Komentar